Sabtu, 15 Februari 2014

Fenomena berkerudung tapi enggak

Suka kurang faham sama anak-anak sekolahan jaman sekarang. Saya yang termasuk mantan anak sekolah ini suka ga habis fikir dengan fenomena-fenomena yg sebelumnya--di jaman saya--belum terjadi. Entahlah ini disebut suatu trend atau pembodohan.

Jadi, saya sering jumpa dengan anak sekolah yg kalau saya bilang, mereka labilnya melebihi kelabilan saya dalam menentukan apakah mau berpacaran atau tidak. Coba, apa yang kalian pikirkan ketika melihat seorang anak perempuan, memakai seragam sekolah plus kerudungnya tapi kerudungnya sebatas dibalutkan di kepala, tanpa diberi embel-embel peniti yang jadinya membuat leher dan rambut si anak ini kelihatan? Kurang labil gimana coba? Ya kalau sekiranya mau pake kerudung ya pake yang bener. Yang bener itu menutup kepala kecuali muka sampai dada kan? Ini kenyataannya gimana? Aurat malah terumbar kemana-mana. Yasudah buat apa pakai kerudung? Buka saja sekalian. Ane suka kurang faham....hmmm

Kalo mau dibilang ini adalah sebuah "trend" ya bisa jadi, soalnya hampir di setiap sekolah saya menyaksikan hal seperti ini. Haduh cuman bisa ngelus dada. Seraya berkata "ni anak maunye ape"

Mungkin pola pikirnya kalo ikutan trend bisa bikin mereka gaul kali ya, tapi ya lihat-lihat juga dong trend yg mau diikuti tuh yang seperti apa. Trend salah kaprah macam gini aja kok ya diikutin. Mana dong stigma seorang remaja yg sudah bisa membedakan yg salah dan yang benar itu berada? Zaman memang sudah semakin berubah ya. Makannya saya yang dari zaman yg berbeda suka kurang faham sama mereka yg sekarang hidup di zaman sekarang. Haduh dek dek, kerudung tuh ya buat menutup aurat kamu, bukan cuman buat melindungi kepala supaya ga kepanasan. Cobalah jadi muslimah yang cerdas bukan muslimah yang mau-maunya dibodihi dengan embel-embel "gaul"

Berminat ke rupiah yg lebih besar

Kadang kalau denger cerita temen-temen anak teknik tentang prospek kerja mereka, jadi iri sendiri. Puluhan juta pulush-pulush rupiah bakal segera mereka kantongi. Asyiknya jadi "si kutu loncat", meskipun capek loncat sana loncat sini tapi dibarengi dengan hasil kantong tebal. Kerja di perusahaan-perusahaan bertittle luar negeri meskipun harus terisolasi dari hiruk pikuk dunia. Tapi dengan hasil yg didapat, kayanya terbayar semua. Kayanya, meskipun katanya memang harus tahan mental.

Banyak yang baru beberapa bulan kerja udah bisa beli mobil lah, inilah, itulah, pokoke yg mahal-mahal, haish, kalau dapet duit seabreg gitu sekali gajian kayanya aku langsung mau beli semua jenis kamera lomo, impian dari dulu haha.

Jadinya kan berpengaruh pada pendirian seorang anak tata niaga. Iming-iming gaji gede anak teknik bikin kita si anak akun jadi serasa salah masuk jurusan. "Kenapa ya ga masuk teknik aja waktu itu". Padahal basicnya udah pasti akuntansi, malah pengen lintas jurusan ke teknik. Habisnya, gaji berkurs dolar, jalan-jalan ke luar negeri, kesuksesan di depan mata, mana mungkin ga bikin iler kita netes tanpa henti.

Kalaupun waktu bisa diputar ke saat-saat pemilihan jurusan, daku sih pingin masuk jurusan informatika atau kalau tidak elektro. Sepertinya menjanjikan haha. Ya sapa tau kan daku bisa berpulush gede seperti para alumni yg sering diceritain temen-temen teknikku.

Tapi ya pepatah mainstream kan bilang nasi sudah menjadi bubur, ya jalani dan syukuri saja yang ada. Rezeki masing-masing ka sudah ada yang ngatur. Siapa tau si anak akun ini bisa jadi staff keuangan di front officenya schlumburger jerman kan? Atau di perusahaan minyak inggris yg ngasih gaji puluhan juta ke adeknya guru SMK ku yg katanya baru kerja 2 minggu, siapa yg tau kan? Aminnn.

Hayo aminin, mendoakan yg baik kan ya tak ada salahnya yo :D

Atau kalaupun tidak bergaji gede seperti cerita mereka, ya setidaknya dapat suami yg bergaji gede lah ya hihihi. Anak tata niaga sama anak teknik kan memang klop gitu ya. Saling melengkapi.

Yo siapa yang tau toh~

Aminkan saja~